31 December 2010

SELAMAT TAHUN BARU 2011

Dalam hidup ini ada begitu banyak pintu kebahagiaan yang terbuka untuk kita, tetapi kadang kita terpaku pada sebuah pintu yang tertutup dan terus berharap suatu saat pintu itu akan terbuka, sehingga kita malah tidak menyadari keberadaan pintu-pintu lain yang terbuka untuk kita. Saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011, semoga di tahun ini kita menjadi lebih baik. Amin
You Can download this picture by click in here

30 December 2010

Indeks Glikemik Menu pada Standart Diet Diabetes Mellitus RS XXX

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin, baik kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu cara dalam pengaturan pola makan adalah pemilihan bahan makanan. Cara memilih bahan makanan yang tepat diantaranya melalui pendekatan indeks glikemik bahan makanan. Tujuan penelitian adalah mengetahui indeks glikemik menu pada standart diet Diabetes Mellitus. Secara khusus, ingin meneliti jenis, frekuensi, cara pengolahan, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, dan indeks glikemik dari bahan makanan pada menu Diabetes Mellitus.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009 di Instalasi Gizi RS XXX. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi langsung dan pencatatan. Data yang dikumpulkan antara lain jenis dan frekuensi bahan makanan, cara pengolahan bahan makanan, komposisi zat gizi meliputi karbohidrat, protein, lemak dan serat, serta indeks glikemik bahan makanan.
Dengan hasil penelitian Indeks glikemik bahan makanan yang digunakan bervariasi antara rendah sampai tinggi, tetapi kebanyakan bahan makanan yang digunakan  indeks glikemik rendah, yaitu, produk kacang-kacangan, dan sayuran hijau dengan frekuensi > 7 kali/minggu dan porsi antara 20-50 gram/hari. Cara pengolahan yang sering dilakukan adalah dikukus dan digoreng. Bahan makanan yang mengandung serat, lemak, dan protein yang sering digunakan tergolong tinggi. Indeks glikemik makanan campuran pada menu Rumah Sakit XXX tergolong rendah. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh cara pengolahan, kadar karbohidrat, kadar serat, kadar protein dan kadar lemak dalam bahan makanan.
Disarankan menu yang sudah ada dibuat lebih bervariasi lagi tanpa mengubah kandungan zat gizi yang ada pada menu. Selain itu, sebaiknya bahan makanan diolah dengan cara dikukus atau direbus dan sering menggunakan bahan makanan tinggi serat terutama serat larut, seperti sayur dan buah dengan porsi yang sesuai anjuran serta sering menggunakan bahan makanan tinggi lemak dan protein, terutama sumber asam lemak tak jenuh.



Key Words : Indeks Glikemik Bahan Makanan, Menu, Diabetes Mellitus.

Pengaruh Jenis Masakan Dan Waktu Pemberian Garam Terhadap Kestabilan KIO3

Gambar contoh Makanan berkuah
KIO3 merupakan bentuk Iodium pada garam dimana banyak factor yang dapat mempengaruhi kestabilan kadar KIO3 tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah lama penyimpanan, produksi, transportasi, teknik mengolah dan jenis masakan. Selain itu, waktu pemberian garam yang ditambahkan pada masakan juga dapat berpengaruh terhadap kestabilan KIO3. (Penelitian Gizi dan Makanan, 1993). Tujuan dari penelitian adalah Mengetahui pengaruh jenis masakan berkuah dan waktu pemberian garam beryodium terhadap kestabilan KIO3. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu Teknologi Pangan  pada bulan Maret 2008.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen  dengan menggunakan rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Kelompok faktorial. Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan uji Two-Way Anova dan apabila signifikan dilanjutkan dengan uji Multiple Range Test

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan jenis masakan berkuah terhadap kestabilan KIO3.  Pada sayur bening kadar KIO3 paling stabil dibandingkan dengan sayur lodeh, soto, rawon, maupun sayur asem. Selain itu juga ada pengaruh waktu pemberian garam terhadap kadar KIO3. Waktu pemberian garam di akhir proses pemasakan kadar KIO3 paling stabil dibandingkan dengan pemberian garam di awal maupun di tengah-tengah proses pemasakan. Sedangkan pH tidak berpengaruh terhadap kestabilan KIO3. dan perbedaan kesukaan rasa asin ke-15 produk masakan tersebut adalah tidak signifikan.

Kata Kunci : Jenis Masakan Berkuah, Waktu Pemberian Garam dan Kestabilan KIO3

Analisis Kandungan Natrium, Kalium dan Fosfor dalam Diet Rendah Protein pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit XXX

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun, yang umumnya tidak reversibel dan cukup lanjut. Terapi diet merupakan segi penting dalam pengobatan bagi penyakit ginjal. Unsur-unsur gizi (nutrien) yang memiliki makna khusus dalam pengobatan ini dikelompokkan sebagai berikut: natrium dan air, vitamin D, kalsium dan fosfor, kalium dan kadang-kadang magnesium.

Penelitian observasional dengan desain: cross sectional ini bertujuan untuk menganalisis kandungan  natrium, kalium dan fosfor dalam diet rendah protein pada penderita gagal ginjal kronik non-hemodialisa di Rumah Sakit XXX dalam waktu yang bersamaan tanpa memperhatikan faktor sebelumnya. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari-Mei 2009. Pengamatan pada penderita dilakukan selama 7 hari untuk masing-masing penderita. Penderita yang sebagai sampel dalam penelitian adalah 4  orang laki-laki dan 1 orang perempuan. 4 penderita berusia antara 40-60 tahun dan 1 penderita berusia 21 tahun.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa jenis diet yang diberikan kepada penderita adalah diet rendah protein dan diet rendah garam yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan penderita. Kandungan protein, natrium, kalium, dan fosfor pada menu yang diberikan pada penderita dari rumah sakit melebihi kebutuhan yang dianjurkan. Pemilihan bahan makanan sebagai sumber protein dipilih protein dengan nilai biologis tinggi sehingga tidak banyak meninggalkan urea yang harus dibuang oleh ginjal. Rata-rata asupan penderita melebihi kebutuhan yaitu protein (+ 188%), kalium (+ 153%), fosfor (+ 216%) dan yang kurang adalah natrium (+ 33%). Asupan penderita didapatkan dari makanan rumah sakit dan luar rumah sakit. Kelima penderita mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yang meliputi keluhan (nafsu makan, mual, muntah dan pusing), fisik (oedem), klinis (tekanan darah) dan laboratorium (kadar ureum dan kadar kreatinin) walaupun belum mencapai batas normal.
Saran yang dianjurkan untuk rumah sakit adalah penyediaan makanan untuk pasien yang disesuaikan dengan kebutuhan dan diberikan penyuluhan mengenai bahan makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi agar pasien tidak mengkonsumsi bahan makanan yang tidak dianjurkan. Selain itu juga dapat  dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan jamu yang dapat menyebabkan terjadinya GGK.

Key Word: Natrium, Kalium, Fosfor, Diet Rendah Protein, Penderita Gagal Ginjal Kronik

25 December 2010

Daily Game Dec 25 - Castle Hero

Choose your weapon and protect your castle.

Castle Hero is powered by dailygame.org

24 December 2010

Daily Game Dec 24 - Napoleon Stupid

Shoot the Stupids to win the game!

Napoleon Stupid is powered by dailygame.org

23 December 2010

Daily Game Dec 23 - Scrap Metal Heroes

Build and customize your own robot army and become the champion of the robot fighting league!

Scrap Metal Heroes is powered by dailygame.org

22 December 2010

Daily Game Dec 22 - City Siege

A hostile army has taken over the city. Reclaim the city back with your home guard.

City Siege is powered by dailygame.org

RINDU

Bila malam membawaku dalam kesunyiannya
bila gelap membawaku dalam kehampaannya
yang tersisa hanya kepingan kepingan hati
yang merangkai dalam lubuk jiwa yang sepi

jiwa ini hampa
hati ini sunyi
rasa ini layu
yang tersisa hanya rindu yang menggebu

dimanakah kuil jiwa yang bersemanyam dulu
dimanakah melodi syahdu yang mengalun lembut dalam hati
dimanakah bunga bunga rasa yang merekah indah
yang menghiasi taman surga mimpiku

kekasih lihatlah bagaimana jiwa ini bimbang
bagaimana hati ini resah
bagaimana rasa ini luluh
tanpa hadirmu di kesendirianku.....

kekasih dengarkan bagaimana jiwa ini menangis
bagaimana hati ini membisu
bagaimana rasa ini mengiba
tanpa syair merdu suara hatimu

kekasih..........
cintamu adalah sayap jiwaku
kasihmu adalah melodi hidupku
sayangmu adalah nyayian kalbuku

kekasih........
berikanlah jiwa ini sayapmu hingga ia mampu menggapai mimpi
isilah hati ini dengan melodi indahmu hingga ia tak lagi terdiam membisu
belailah rasa ini dengan nyayian kalbumu hingga ia tak lagi terbunuh di dalam sunyi

karna kuhidup di dalam rindu
rindu akan sayap sayapmu di jiwaku
rindu akan melodimu yang melantun indah di hatiku
rindu akan nyayian nyaian lembutmu yang membelai rasaku

oh kekasih ....Aku Rindu.........


Pusi cinta oleh : Noezian
Dikutip dari Kumpulan Puisi Cinta Romantis

Selamat Hari Ibu 22 Desember 2010

21 December 2010

Daily Game Dec 21 - Poltergifts

Survive the horde of evil toys during the night before Christmas by using your fists and various gifts.

Poltergifts is powered by dailygame.org

Anemia Classification


I = increased; N = normal; D = decreased; TIBC = total iron-binding capacity


Source: Grant A, DeHoog S.  Nutrition Assessment Support and Management.  5th ed. Seattle, Wash: Grant/DeHoog; 1999:183. Reprinted by permission.
 

19 December 2010

Hypoglycemia

Discussion
There are two primary categories of hypoglycemia: fasting and postprandial (reactive) hypoglycemia. True hypoglycemia (less than 40 mg/dL) releases certain hormones, such as catecholamines, which cause trembling, hunger, dizziness, weakness, headaches, and palpitations. Because many different causes of hypoglycemia exist, treatments are personalized according to the cause.

The most frequent cause of fasting hypoglycemia results from the use of insulin or oral glucose-lowering medications in the treatment of diabetes mellitus. See Medical Nutrition Therapy for Diabetes Mellitus in Section IC. Fasting hypoglycemia may occur in response to not having food for 8 hours or longer. Other less common causes are pancreatic tumors (insulinoma), pancreatic islet cell disease, severe heart failure, and critical organ failure. Certain medications, such as exogenous insulin, sulfonylureas, ethanol, salicylates, pentamidine, quinine, are also noted for causing hypoglycemia in some patients. Diet therapy is the primary treatment, and, in some cases, adjustments in medications also are needed. Surgery may be required to improve the situation for some conditions, such as insulinoma.

Postprandial hypoglycemia is seen most frequently as alimentary hypoglycemia (dumping syndrome) in adults who have undergone gastric surgery, such as Billroth gastrectomy. It usually occurs 1½ to 5 hours after meals, especially carbohydrate-rich meals

Currently, there are no widespread accepted criteria for the diagnosis of reactive hypoglycemia. The techniques range from confirming that the blood glucose level is low when the patient is experiencing a hypoglycemic reaction after an ordinary meal to performing an oral glucose tolerance test (OGTT). However, 10% of asymptomatic healthy persons respond to the OGTT with a lower-than-normal glucose level.

Approaches
Treatment of reactive hypoglycemia depends on the specific cause. Alimentary hypoglycemia following gastric surgery involves treatment. Other modifications that may be helpful are:

  • Allow five to six small meals or feedings per day.
  • Determine frequency and symptoms of hypoglycemia, activity levels, and exercise for the patient and schedule appropriate times for meals and snacks.
  • Use a balanced diet with a mixture of complex carbohydrates, protein, fat, and fiber. The reaction occurs in response to a high carbohydrate load. If necessary, limit carbohydrate to 100 g and increase protein intake accordingly. Use more soluble fibers, such as fruits and vegetables, but avoid concentrated sugar in dried fruit. Carbohydrate counting may be helpful in regulating total carbohydrate intake.
  • Limit caffeine, which may reduce cerebral blood flow, and, glucose supply to the brain.
  • Limit alcohol because it inhibits gluconeogenesis.

Educate the patient on fast-acting carbohydrate foods that should be used or avoided.


Reference
Reactive hypoglycemia. Manual of Clinical Dietetics. Chicago, Ill: American Dietetic Association; 2000

18 December 2010

Uji Kolmogorov Smirnov

Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov dengan Program SPSS

Pengujian normalitas dengan menggunakan Program SPSS dilakukan dengan 
  1. Pilih menu Analyze, kemudian 
  2. Klik pada Nonparametric Test, lalu 
  3. Klik pada 1-Sample K-S. K-S itu singkatan dari Kolmogorov-Smirnov. Maka akan muncul kotak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. 
  4. Data yang akan diuji terletak di kiri dan pindahkan ke kanan dengan tanda panah. Lalu tekan OK saja. 
  5. Pada output, lihat pada baris paling bawah dan paling kanan yang berisi Asymp.Sig.(2-tailed). 
  6. Lalu intepretasinya adalah bahwa jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal.
 OK Semoga Bermanfaat




Oleh Karena Tidak Semua Mahasiswa terdaftar dan memfollow situs saya, maka saya tidak mengirim soal ke email Anda, sebagai gantinya silahkan download soal sesuai nomor urut absen Anda, apakah, pilih Soal A, B, C atau D
SOAL TUGAS KORELASI DAN REGRESI DAPAT ANDA DOWNLOAD DI BAWAH INI

  1. SOAL A, KLIK DISINI
  2. SOAL B, KLIK DISINI
  3. SOAL C, KLIK DISINI
  4. SOAL D, KLIK DISINI

Selamat Mengerjakan,  .............. Hasan Aroni, SKM, MPH

17 December 2010

Pengaruh Penggunaan Enzim Papain Instan Pada Pembuatan VCO Terhadap Kualitas VCO Ditinjau Dari Mutu Fisik dan Mutu Kimia

Virgin Coconut Oil
Dalam era globalisasi sekarang ini terjadi perubahan pola kebiasaan terhadap makanan yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan sehingga menyebabkan munculnya penyakit degeneratif. Alternatif dalam menangani masalah tingginya penyakit degeneratif dapat dilakukan dengan menggunakan obat herba yaitu minyak kelapa murni (VCO) yang terbukti ampuh dalam menumpas beragam penyakit degeneratif.

Pembuatan VCO biasa dilakukan dengan metode pemanasan, akan tetapi dengan metode pemanasan bisa merusak kandungan VCO itu sendiri. Sehingga perlu dibenahi  dengan metode tanpa pemanasan yaitu metode enzimatis dengan menggunakan enzim papain instan. Selama ini, belum ada penelitian yang memastikan konsentrasi yang tepat dalam pemberian enzim papain instan dalam pembuatan VCO. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi enzim dalam menghasilkan VCO yang berkualitas baik dari mutu fisik dan mutu kimia.

Penelitian ini merupakan penelitian desain true experiment dengan jenis penelitian laboratorium. Pemberian perlakuan pada penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 6 taraf perlakuan dengan 3 kali replikasi.

Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa enzim papain memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasa, warna dan aroma VCO. Dari segi mutu kimia, enzim papain memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod dan bilangan penyabunan. Tetapi, enzim papain tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar air pada VCO. Perlakuan terbaik dengan penggunaan enzim papain terdapat pada perlakuan 1%. Pada konsentrasi 1%, VCO yang dihasilkan masih belum memenuhi standar Codex yaitu pada bilangan iod masih belum memenuhi standar, sehingga diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai metode pembuatan VCO secara dingin yang bisa menghasilkan VCO berkualitas dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Kata kunci: Enzim papain instan, mutu fisik VCO, mutu kimia VCO

16 December 2010

Beauty and Nutrition

    Tidak dapat di pungkiri bahwa setiap wanita pasti menginginkan wajah sehat berseri dan awet muda tanpa keriput. Kecantikan kulit dimulai dari dalam tubuh Anda! Kebutuhan kulit Anda udara segar, olahraga, nutrisi seimbang, mineral dan vitamin dan membutuhkan perlindungan dari matahari. Banyak orang hanya memakai krim kulit pada kulit mereka, dengan berfikir hal itu akan membuatnya lembut dan halus. Krim pada kulit terasa lembut dan halus, tapi jika Anda ingin memperoleh manfaat dari krim, Anda harus membersihkan kulit Anda terlebih dahulu kemudian tambahkan krim. Krim akan membantu mempertahankan kelembaban di kulit.

    Mulai berolah raga dan membangun otot Anda. Otot akan menjaga kulit Anda dari kondisi kendur.Menjaga kulit Anda bersih. Jangan menggosok wajah Anda. Wajah tidak perlu digosok.
     
    Bersihkan dan tepuk-tepuk wajah dengan kain hangat dan sabun non-kimia. Kemudian bilas lembut dan kemudian Keringkan wajah Anda dengan lembut sambil menepuk-nepuk dengan handuk bersih. Anda dapat benar tidak menggunakan sabun di wajah Anda sama sekali, terutama jika Anda memiliki kulit kering.

    Sebaiknya Anda mengubah gaya hidup yang kurang sehat menjadi lebih baik dan lebih sehat, berpikiran positif, berbahagia, hidup teratur, dan Anda akan tampak lebih sehat, lebih baik dan panjang umur. Berikut adalah TIPS untuk Anda :

    Konsumsi Makanan
    • Pilihlah makanan yang mengandung Antioksidan (5 macam/hari) seperti yang dikandung makanan-makanan berwarna cerah seperti blueberries, brokoli, wortel, tomat dan dan sayuran segar.
    • Green dan White tea (4 cangkir/ hari)
    • Red Wine atau Concord grape juice (1 gelas/hari)
    • Makanan yang mengandung serat (25-32 gram/ hari). Serat dapat ditemukan dalam makanan seperti buah-buahan, sayur-mayur, kacang-kacangan, beras merah, pasta gandum dsb.
    • DHA Omega-3 (600 mg/hari) Bisa ditemukan dalam kacang-kacangan yang dipanggang atau di sangrai, salmon, telur, rumput laut dsb
    • Minyak olive (1-2 sendok teh/hari) Minyak ini jangan dipanaskan atau diasapi, karena Anda akan kehilangan manfaatnya
    Exercise
    • Berolahraga dan latihlah jantung Anda (3 x seminggu). Pilihlah olah raga yang melatih kekuatan jantung dengan target laju denyut jantung : 220 – (usiamu) x 80
    • Temukan laju denyutjantung pelatihan target mu: 220 – [usia mu] X .80
    • Lakukan latihan beban yang sesuai (30 menit/minggu)
    Meditasi
    Lakukan meditasi, yoga atau berdoa dengan khusuk, menenangkan dan merelekskan diri dan pikiran (minimal 5-10 menit perhari) Hal ini membantu Anda membebaskan nitric oxide dalam tubuh Anda yang dapat berpengaruh pada rileksasi dan kesehatan pikiran.

    Tidur dan Sex
    • Tidur nyenyak yang cukup (7-8 jam perhari)
    • Berhubungan Seks yang sehat (dalam website dikatakan monogamous sexs) (2 sampai 3 kali seminggu)
    Vitamin-vitamin
    • Vitamin D (1,000 unit satu hari)
    • Zat kapur (600 mg dua kali/hari) ditambah Magnesium (200 mg dua kali/hari)
    • DHA Omega-3 (600 mg a day)
    • Baby aspirin (2 buah/day, dengan total keseluruhan 162 milligrams)
    • Multivitamin (Minum setengah di pagihari, setengah pada malam hari). Wanita pre-menopausal memerlukan multivitamin yang mengandung zat besi dan 5,000 unit Vitamin A. Sedangkan laki-laki dan wanita postmenopausal hanya memerlukan 2,500 unit vitamin A.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Menu di XXX

    Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu yang telah ditetapkan kemudian mengevaluasi kualitas menu yang disajikan.

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif observasional dengan desain cross sectional dan penelitian dilakukan selama 7 hari sesuai dengan siklus menu di xxx yaitu tanggal 22 – 28 Maret 2010. Populasi penelitian ini adalah seluruh xxx dengan sampel yang sesuai dengan kriteria sampel yaitu Xxx yang terletak di Jl. tttttt. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan penimbangan. Data yang diperoleh dipersentasekan dan dianalisis secara diskriptif kemudian dibandingkan dengan kepustakaan yang ada.

     Hasil penilaian perencanaan menu yang diperoleh yaitu 85,2% yang berarti masih dibawah harapan yaitu 100%. Sedangkan untuk hasil dari kualitas menu sebesar 70,2% yang berarti masih dibawah harapan yaitu 100%. Dilihat dari variasi menu yang disajikan diperoleh nilai sebesar 81,5% yang berarti juga masih dibawah harapan yaitu 100%. Standar porsi yang digunakan juga masih belum sesuai dengan yang dianjurkan.

    Dari hasil penelitian dapat disarankan pada penyelenggaraan makanan di xxx sebaiknya meningkatkan kebutuhan energi dan protein anak asuh dengan memperbaiki besar porsi dan lebih bervariasi pada menu makanan yang disajikan


    Key word : perencanaan menu, kualitas menu

    Downloads ? klik disini

    15 December 2010

    Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif

    Dari hasil pemantauan status gizi di Kota xxx pada tahun 2006 yang mengalami KEP tertinggi terbesar kedua adalah Kecamatan aaa dengan jumlah balita 52.83 yang timbang dan mengalami KEP sebesar (3.42%). Di Desa sss Kecamatan jjj Kabupaten xxx diperoleh kejadian KEP pada balita tahun 2007 sebesar 6% dari balita yang ditimbang sebanyak 477 dan ASI Eksklusif pada tahun 2007 sebesar 1,67%. Dari data tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif di Desa sss Kecamatan jjj Kabupaten xxx. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif di Desa sss Kecamatan jjj Kabupaten xxx, maka dilakukan uji Chi-Square dengan menggunakan program komputer SPSS For Winsdows .

    Jenis penelitian ini adalah Observasional yang mana pengumpulan datanya dilakukan dengan Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2008 dengan jumlah sample 45 bayi. Kriteria untuk menjadi sampel antara lain: bayi umur 4-12 bulan, bayi yang memiliki KMS, bayi yang tetap mendapatkan ASI. Pengumpulan data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diambil dari wilayah kerja Desa sss Kecamatan jjj Kabupaten xxx  tahun 2010.

    Hasil penelitian menunjukkan data bahwa sebagian besar Kepatuhan akan Pemberian ASI Eksklusif sebesar 73% (kurang). Kepatuhan pemberian ASI erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang mengerti dan patuh terhadap informasi yang diberikan tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan Uji Statistik diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan Kepatuhan pemberian ASI Eksklusif dengan p-value (0,04) dan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan Kepatuhan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif dengan p-value (0,006).

    Maka peneliti menghimbau ibu-ibu memberikan ASI Eksklusif sebagai makanan terbaik bagi bayinya hingga usia 6 bulan. Sedangkan petugas kesehatan diharapkan peran aktif untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif, komposisi ASI Eksklusif, kandungan ASI Eksklusif, manfaat ASI Eksklusif dan keunggulan ASI Eksklusif dibandingkan dengan susu formula dan faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI Eksklusif.

    Kata Kunci:Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif.

    Hubungan Pola Asuh Ibu terhadap Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 SDN XXX

    Di kecamatan www prevalensi anak usia baru sekolah 3,89% mengalami gizi kurang, sedangkan di wilayah www dari 125 siswa SD kelas 1 1,2% (16 siswa) mengalami gizi kurang dan 71,2 % (89 siswa) diasuh oleh ibu yang bekerja di luar rumah.

    Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu terhadap status gizi dan prestasi belajar. Penelitian didesain menggunakan observasional analitik dengan jenis pengumpulan data Cross Sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2009 dengan jumlah sampel 40 siswa yang dikelompokan dengan status ibu bekerja dan tidak bekerja. Data yang diambil meliputi pola asuh ibu, status gizi dan prestasi belajar siswa. Data diolah secara deskriptif dan dianalisis menggunakan uji statistik chis square.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memberikan pola asuh baik dengan skor 58 keatas sebesar 20% semua berasal dari ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Status gizi siswa SD dalam kategori baik sebesar 50% semua berasal dari ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Prestasi belajar siswa SD dalam kategori baik sebesar 22,5% semua berasal dari ibu yang tidak bekerja di luar rumah.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan status gizi siswa, tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan prestasi belajar, siswa  yang mendapat pola asuh baik cenderung mempunyai prestasi belajar baik, dan tidak  ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prestasi belajar, siswa yang mempunyai status gizi baik cenderung mendapatkan prestasi belajar baik.

    Saran yang dapat diberikan yaitu adanya kerja sama antara guru dengan orang tua siswa khususnya ibu yang bekerja di luar rumah tentang masalah gizi anak untuk meningkatkan status gizi, sehingga menunjang prestasi belajar.

    Key Word : Pola Asuh, Status Gizi, Prestasi Belajar

    12 December 2010

    HIV INFECTION AND AIDS

    Discussion
    No Super Hero can't save for AIDS
    Human immunodeficiency virus (HIV) is a retrovirus, transmitted through contact with blood or body fluids from an infected person.  This virus attacks helper T lymphocytes in the blood, often referred to as CD4 cells or T cells.  The systematic destruction of the CD4 cells leads to a weakening of the body’s immune function, increasing the host’s vulnerability to opportunistic infections.  Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) defines a specific stage of HIV infection when the progression of the virus has advanced and the immune system is severely compromised.  There are a number of specific opportunistic infections as well as counts of the CD4 cells that define when a person has AIDS.  The impact of nutrition on HIV and AIDS is significant.

    A major component of the clinical syndrome in HIV infection and AIDS is HIV wasting.  The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) define the HIV wasting syndrome as profound involuntary weight loss of greater than 10% of baseline body weight, plus at least one of the following :
    chronic diarrhea (at least two stools a day for 30 days or longer)
    chronic weakness and documented fever for 30 days or longer in the absence of a concurrent illness or condition other than HIV infection that could explain the findings

    Previous estimates of the prevalence of HIV wasting as the first AIDS-defining diagnosis ranged up to 37% (2).  However, with the advent of the highly active antiretroviral therapy (HAART), researchers have shown that the prevalence of all AIDS-defining diagnoses has decreased. In a more recent study, while 63% of the patients showed evidence of malnutrition, the prevalence of wasting had decreased to 21%.

    The causes of wasting and malnutrition in HIV disease are complex and multifactorial. Suspected mechanisms of weight loss and malnutrition include reduced intestinal absorption, abnormal utilization of nutrients, anorexia, altered metabolism, hypogonadism, and increased cytokine production.

    It has been shown that there is an increase in resting energy expenditure (REE) with HIV infection that may contribute to weight loss.  However, there is now increasing evidence to show that whereas REE does increase slightly, total energy expenditure (TEE) decreases.  This decrease in TEE illustrates that HIV may increase the metabolic rate, but it more significantly decreases the infected individual’s activity level and energy intake. This decline in general functional ability affects a person’s exercise and eating patterns in ways that may greatly contribute to HIV wasting.

    Wasting and weight loss also influences the timing of the progression from HIV to AIDS and death in AIDS.  Studies have shown that a 5% to 10% weight loss over 4 months increases the relative risk for death and opportunistic infections twofold.  Other research has demonstrated that an overall weight loss of 34% of ideal body weight (IBW) or 46% of usual body cell mass is linked to the occurrence of death. Evidence also exists that a combination of therapies to combat weight loss, malnutrition, and loss of lean body mass will be more effective in helping to reduce associated morbidity.  There are many new and developing treatment options to choose from, including nutritional supplements, appetite-stimulating drugs, testosterone and testosterone analogues, growth hormone, resistance exercise, and cytokine modulation.


    Nutritional Priorities
    All patients with a new diagnosis of HIV infection should have a thorough nutrition assessment. Early referral to medical nutrition therapy in HIV-infected patients can improve nutritional status and may lead to an increased ability to fight opportunistic infections and a decreased number of hospitalizations.  Early intervention efforts should be focused on optimizing nutrient stores before the onset of nutrition-related complications in an attempt to prevent or delay the onset of malnutrition and wasting.

    Initial assessment: The assessment should include the patient’s medical-surgical history, profile of medications and nutritional supplements, anthropometrics (calculation of body cell mass) if possible, laboratory data, diet history, financial evaluation, psychosocial assessment, and physical symptoms.
    Establish energy requirements: Energy needs can be estimated by using the Harris-Benedict equation and multiplying by a stress factor of 1.2 to 1.8, with allowance for extra needs associated with fever and exercise.  An alternative method to estimate energy needs is 25 to 45 kcal/kg of usual body weight.  Both methods are acceptable and commonly used in practice. 
    Establish protein requirements: Protein needs for males and females can be estimated using a range of 1 to 2 g/kg.  Consider renal and hepatic function, nitrogen balance studies, prealbumin, serum albumin, transferrin levels, and exercise regimen.
    Establish fluid requirements: Water requirements for patients with normal fluid status can be estimated using 30 to 35 mL/kg of body weight or 9 to 12 (8-oz) cups per day.  Coffee and other caffeine-containing beverages do not count as fluids and should be avoided because of their dehydrating effects.  Consider increasing fluid requirements when the patient has fever, nausea, vomiting, or diarrhea or with initiation of medication, exercise, and inclement weather. Fluid restrictions may be indicated with renal or hepatic failure .
    Vitamin and mineral recommendations: Researchers have identified vitamin and mineral deficiencies in individuals infected with HIV.  Clinicians routinely recommend the use of a multivitamin and mineral supplement that provides 100% of the Dietary Reference Intakes (DRI) for vitamins and minerals. It is often recommended to take these multivitamin and mineral supplements twice daily.  Other vitamins and mineral recommendations have been published that are not verified by research but may be considered within the realm of prudent practice. For example, some practitioners recommend additional supplementation of antioxidants such as vitamin E, vitamin C, beta-carotene, magnesium and selenium.
    Exercise recommendations: Resistance exercise has been shown to help increase lean body mass, and HIV wasting has been shown to deplete lean body mass.  Maintenance of lean body mass is very important in helping the body to resist opportunistic infections and to rebound after infection.  Therefore, dietitians should recommend that all patients who are physically able begin a routine of resistance exercise. A physician or physical therapist should monitor program intensity and scope.
    Determine appropriate mode of nutrition support based on diagnostic findings:
    Oral feedings are preferred over any other feeding method.  Efforts to maintain the oral feeding route should be maximized.  Nutrient-dense foods and supplements should be used to support maintenance and restoration of nutritional status and body weight. Appetite stimulants may be indicated for patients experiencing anorexia. Two appetite stimulants have been approved for this purpose, megestrol acetate and dronabinol.  It should be noted, however, that typically the weight gain associated with the use of these appetite stimulants is in the form of fat mass and not the desired lean body mass.  Additionally, megestrol acetate may exacerbate diabetes mellitus .
    1. The enteral feeding route is preferred over parenteral administration in order to preserve gut structure and function. Assess patients carefully and reassess them on a regular basis . 
    2. Parenteral nutrition may become necessary when a patient meets the criteria for initiation of total parenteral nutrition (TPN). Continual assessment and routine monitoring of laboratory values is essential.


    References
    1.      Centers for Disease Control.  Revised classification system for HIV infection and expanded surveillance case definition for AIDS among adolescents and adults.  MMWR. 1992;41:1-19.
    2.      Cohen PT, Sande MA, Valberding PA.  The AIDS Knowledge Base [University of California-San Francisco Web site (InSite Version)]. Available at: http://hivinsite.ucsf.edu/akb/1997. Accessed November 4, 1999.
    3.      Brodt HR, Kamps BS, Gute P,Knupp B, Staszewski S, Helm EB. Changing incidence of AIDS-defining illnesses in the era of antiretroviral combination therapy.  AIDS. 1997;15(11):1731-1738.
    4.      Suttmann U, Ockenga J, Selberg O, Hoogestraat, Diecher H, Muller MJ.  Incidence and prognostic value of malnutrition and wasting in human immunodeficiency virus-infected outpatients. J Acquired Immune Defic Syndrome Hum Retrovirol. 1995;8(3): 239-246.
    5.      Strawford A, Hellerstein M. The etiology of wasting in the human immunodeficiency virus and acquired immunodeficiency syndrome.  Semin Oncol. 1998;25(2 suppl  6):76-81.
    6.      McCallan DC. Wasting and HIV infection. J Nutr. 1999;129(1S suppl):S238-S242.
    7.      Chang HR, Dulloo AG, Bistrian BR.  Role of cytokines in HIV wasting. Nutrition.  1998;14(11-12):853-863.
    8.      Macallan DC, Noble C, Baldwin C, Jebb SA, Prentice AM. Energy expenditure and wasting in human immunodeficiency virus infection.  N Engl J Med. 1995;333:83-88.
    9.      Wheeler DA, Gilbert CL, Launer CA,  et al..  Weight loss as a predictor of survival and disease progression in HIV infection.  J Acquired Immune Defic Syndrome Hum Retrovirol. 1998;18(1):80-85.
    10.  Kotler DP, Tierney AR, Wang J, Pierson RN Jr.  Magnitude of body cell mass depletion and the timing of death from wasting in AIDS.  Am J Clin Nutr.  1989;5(suppl 3):444-447.
    11.  Wanke C. Single-agent/combination therapy of human immunodeficiency virus-related wasting. Semin Oncol. 1998;25(2 suppl  6):98-103.
    12.  Wood, AJ, Corcoran C, Grinspoon, S.  Treatments for wasting in patients with the acquired immunodeficiency syndrome. N Engl J Med. 1999;340(22): 1740-1750.
    13.  Carr A, Samaras K, Thorisdottir A, Kaufmann GR, Chilsom DJ, Cooper DA. Diagnosis, prediction, and natural course of HIV-1 protease-inhibitor-associated lipodystrophy, hyperlipidaemia, and diabetes mellitus: a cohort study. Lancet. 1999;353:2093-2099.
    14.  Ward DE. The AmFAR Handbook: The Complete Guide to Understanding HIV and AIDS. New York, NY: WW Norton; 1999.
    15.  Romeyn M.  Nutrition and HIV: A New Model Treatment. San Francisco, Calif: Jossey-Bass; 1998.
    16.  Kruse LM.  Nutritional assessment and management for patients with HIV disease. The AIDS Reader. 1998; 8(3):121-130.
    17.  Wilkes GM.  Cancer and HIV Clinical Nutrition. 2nd edSudbury, Mass: Jones and Bartlett; 1999.
    18.  Young JS. HIV and medical nutrition therapy.  J Am Diet Assoc. 1997;97(suppl 2):S161-166.
    19.  Kotler D, Engelson ES.  Are you addressing your patients’ nutritional health yet? Proceedings of the 12th World AIDS Conference. Geneva, Switzerland; 1998.

    11 December 2010

    Hubungan Kualitas Makanan Lunak dengan Daya Terima Pasien Rawat Inap Kelas III di Rumah Sakit XXX

    Kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit merupakan salah satu bentuk pelayanan gizi institusi orang sakit yang bertujuan untuk menyediakan makanan yang sesuai bagi orang sakit dan makanan juga harus dapat menunjang penyembuhan orang sakit. Pengambilan data dilakukan di  Rumah sakit ini tergolong kelas C dengan kapasitas tempat tidur 224, dengan BOR 59,53% pada tahun 2004. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 30 November 2005, jumlah pasien yang dilayani dan mendapat porsi makanan lunak adalah 47 orang. Dalam penyelenggaraan makanan pada rumah sakit tersebut, dijumpai sisa makanan terbanyak dari lauk pauk yaitu 80%.

    Untuk mengungkapkan penyebab banyaknya sisa lauk pauk yang tersisa, penelitian ini merumuskan masalah yaitu “Adakah hubungan antara kualitas makanan lunak tanpa diet dengan daya terima pasien rawat inap di Rumah Sakit XXX?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kausal komparatif. Pengambilan sampel diambil secara purposif, yaitu mengambil semua pasien yang diberi makanan lunak tanpa diet. Penelitian ini menggunakan form kuesioner tentang kualitas makanan, dan timbangan makanan dengan ketelitian 0,01 kg sebagai instrumen dalam pengumpulan data.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan terhadap variabel kualitas makanan lunak tanpa diet dan daya terima pasien , diperoleh p value sebesar 1,000. P value yang lebih besar dari a 0,05 (tingkat signifikansi) menunjukkan Ho diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas makanan dengan daya terima pasien terhadap makanan lunak tanpa diet. Tidak adanya hubungan antara kualitas makanan dengan daya terima pasien terhadap makanan lunak tanpa diet yang disajikan, menunjukkan bahwa daya terima pasien tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas makanan.

    Dalam meningkatkan kualitas makanan lunak tanpa diet masih diperlukan suatu cara yaitu dengan mengetahui faktor-faktor intern pasien, sepert kondisi psikis, dan nafsu makan pasien. Dan kepada penulis selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas makanan lunak tanpa diet diperlukan data dari pasien tentang kualitas makanan pagi, siang, dan malam hari.

    06 December 2010

    Menopause Dini, Pencegahan dan Gizi

    Menopause Dini adalah suatu keadaan dimana fungsi ovarium (indung telur) dan menstruasi berhenti sebelum usia 40 tahun.

    Penyebab
    Pada menopause dini, kadar estrogen rendah tetapi kadar hormon hipofisa yang merangsang ovarium (terutama FSH) tinggi sebagai usaha untuk merangsang ovarium.
    Menopause dini bisa disebabkan oleh:
    • Kelainan bawaan (biasanya kelainan kromosom)
    • Penyakit autoimun (tubuh membentuk antibodi yang menyerang ovarium)
    • Pengangkatan ovarium. Merokok bisa menyebabkan menopause dini yang terjadi beberapa bulan lebih awal.
    Gejala yang dialami
    Selain tidak lagi mengalami menstruasi, penderita juga mengalami gejala menopause lainnya seperti hot flashes dan emosi yang tidak stabil.


    Diagnosa

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

    Jika diduga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dilakukan pemeriksaan darah untuk mencari adanya antibodi.

    Pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun biasanya dilakukan analisa kromosom.

    Jika ditemukan kromosom Y, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat setiap jaringan testis dari perut karena jaringan ini memiliki resiko kanker sebesar 25%.
    Analisa kromosom tidak perlu dilakukan pada wanita yang berusia diatas 35 tahun.

    Bagaimana mencegah Menopause Dini ?
    Awal wanita memasuki Menopause, sering jadi perdebatan.
    Meski sekarang ada perkiraan dari para ahli, wanita memasuki menopause pada umur 45 tahun, bukan tidak mungkin manopause terjadi kurang dari perkiraan umur itu. 
    Untuk mencegah manopause dini, wanita perlu memiliki kepekaan tanda tandanya.

    Tanda tanda menopause, diantaranya perdarahan. 
    Perdarahan disini,tidak seperti menstruasi yang datangnya teratur,perdarahan yang terjadi sebagai tanda menopause tidak teratur.
    Gejala ini terutama muncul pada saat permulaan menopause. Perdarahan akan muncul beberapa kali dalam rentang beberapa bulan untuk kemudian berhenti sama sekali.Karena munculnya pada masa awal menopause, gejala ini sering disebut gejala peralihan.

    Rasa panas dan berkeringat pada malam hari, juga bisa jadi tanda awal menopause. Bahkan gejala Rasa panas ini, sering dialami wanita yang memasuki masa menopause. Perasaan ini sering dirasakan mulai dari wajah menyebar ke seluruh tubuh.Rasa panas ini sering disertai dengan warna kemerahan pada kulit dan berkeringat.
    Perasaan ini sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit.Meski penjelasan fenomena ini belum diketahui dengan pasti, tapi diduga terjadi akibat dari fluktuasi hormon estrogen. Seperti diketahui, pada saat menopause,kadar hormon estrogen dalam darah akan anjlok secara tajam sehingga berpengaruh terhadap beberapa fungsi tubuh yang dikendalikan oleh hormon ini.Sampai saat ini belum ditemukan metode untuk memperkirakan pada usia berapa penomena ini akan muncul dan kapan akan berakhir.Rasa panas ini bahkan sudah terjadi sebelum seorang wanita memasuki masa menopause.Fenomena seperti ini, jelas akan menggagu beragam aktivitas wanita.

    Makanan apa yang baik untuk menghambat terjadinya Menopause Dini?
    Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah , terbukti bahwa kedelai dengan berbagai produknya (tempe dan susu kedelai) mampu mengatasi penyakit kanker (usus, payudara, dan prostate), menurunkan kadar Cholesterol, menghambat menopause, mencegah osteoporosis, dan mampu meningkatkan imunitas tubuh.

    Kendati merupakan proses alami, tak sedikit kaum wanita merasa takut dan khawatir menghadapi masa menopause. Hal ini wajar karena proses yang ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi itu kerap menimbulkan gangguan psikis dan fisik yang sangat mengganggu; baik sebelum maupun setelah memasukinya.

    Berhentinya siklus haid pada wanita menopause sangat dipengaruhi oleh Hormon Estrogen yang diproduksi oleh Kelenjar Ovarium. Karena itu terapi medis yang biasa diberikan adalah Hormone Replacement Therapy (HRT).


    Meskipun (HRT) ini cukup ampuh mengatasi beberapa sindroma menopause; tetapi dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan kesehatan; antara lain Kanker Payudara (33%),Stroke (49.1 %), Thromboemboli (125.3 %), dan Penyakit Jantug (34.4%)- (Woman Health Initiaive USA).


    Solusi yang bisa dilakukan adalah terus mencari dan meneliti FITO-ESTROGEN atau ESTROGEN yang berasal dari tumbuh-tumbuhan .


    Salah satunya yang terbukti efektif mengatasi sindroma menopause adalah ISOFLAVON yang terkandung dalam Susu Kedelai. Selain harganya murah; produknya juga telah dikenal masyarakat.


    Selain Isoflavon, zat gizi susu kedelai yang dapat menghambat menopause adalah Vitamin E; yang bermanfaat menjaga keseimbangan hormone yang memperlambat terjadinya menopause. Vitamin E alami lebih mudah diserap tubuh dibandingkan Vitamin E sintetik.

    Selain mampu menghambat Menopause, Isoflavon ternyata dapat mencegah
    Osteoporosis; dengan menstimulir proses Osteoblastik melalui aktifitas reseptor estrogen; dan meningkatkan produksi Hormon Pertumbuhan –(Insuline Like Growth Factor 1 (IGF-1). Mengkonsumsi Susu Kedelai secara teratur dapat mempertahankan tulang tengkorak dan tulang belakang. 

    Mudah2an Informasi ini dapat membantu Anda.

    DM SOFTWARE ver 1.0


    Photobucket



    Mudah dalam pengoperasian, harga $188 , Jika berminat silahkan pesan dan kirim email ke kami. HP : 085234257676,
    atau ke
    email : krisaroni@gmail.com

    Photobucket
    KESEHATAN BUKAN BERARTI SEGALANYA, TAPI TANPA KESEHATAN SEGALANYA MENJADI TIDAK BERARTI